Mereka Yang Melestarikan Sejarah Panjang Seks BDSM

提供: Ncube
移動先:案内検索


Perspektif BDSM sebagai penyimpangan seksual telah kita bantah lewat artikel "Menguji Narasi DPR soal BDSM sebagai Penyimpangan Seksual". Bagian dari Tulisan Seri khas VOI, "Dalam Dimensi BDSM". Kali ini kita lihat aktivitas BDSM langsung dari kacamata mereka yang mempraktikkannya. Kita juga akan menelusuri bagaimana aktivitas seksual ini mulai dilakukan. Ada sejarah panjang di baliknya. "Kita pancing dengan omongan-omongan nakal terlebih dahulu. Karena, kita tidak bisa langsung main borgol, main ikat, mau cambuk. Kan harus pelan-pelan dulu. Ikat dulu tangannya pakai tali biasa, perlahan, levelnya meningkat ke skenario pakai borgol dan lain-lainnya," kata Ademula. Pria 30 tahun yang bekerja sebagai karyawan swasta itu adalah salah satu dari banyak orang yang terganggu dengan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga yang melarang aktivitas seks bondage and discipline, sadism and masochism (BDSM). Ia adalah salah satu orang yang kerap mempraktikkan aktivitas seks BDSM, tentu saja. Ademula tak dapat menerima logika anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menganggap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dapat bermula dari BDSM. Ademula bercerita, raped dalam praktik BDSM, ia selalu menjaga nilai kebebasan dan keterbukaan. Sebelum memulai seks, Ademula dan pasangannya akan mengomunikasikan siapa yang akan menjadi dominance dan siapa yang jadi submissive. Dominance adalah pihak yang mendominasi. Submissive, sebaliknya. Dan segala aktivitas seks BDSM yang dilakukan harus berdasar kesepakatan. Ada batasan-batasan yang harus dipatuhi Ademula atau pun pasangannya. Di matanya, BDSM adalah seni. "Kan ada yang pakai tali, pakai tutup mulut, borgol, bajunya juga. Dan di situlah aktivitas BDSM terlihat sebagai suatu seni," tutur Ademula kepada VOI, beberapa waktu lalu. Meski begitu, Ademula mengakui tabunya seks BDSM. Jangankan bagi para anggota DPR. Ademula yang telah lama jadi penikmat seks BDSM saja sempat kesulitan mengajak pasangannya untuk melakukan BDSM. Pendekatan, kata Ademula harus dilakukan dengan baik. "Pada awalnya saya memiliki kesulitan dalam hal meyakinkan pasangan. Saat itu juga, lalu dijelaskan perlahan-lahan, kita lakukan, dan berhasil mendapat sensasi berbeda. Misalnya, kita memukul, tapi bukan bentuk pukulan. Untuk itu, setiap selesai ritual seks, kemudian kami berdua masuk pada fase introspeksi, dengan memeluk sambil minta maaf kalau sedikit kasar," Ademula. Kisah serupa ditutur Argi Reza (27). Bagi Argi, BDSM adalah hal yang amat privat. BDSM bisa sangat nikmat bagi seseorang, namun bisa sangat mengganggu bagi lainnya. Dan baginya, BDSM adalah pemicu gairah. Seperti yang dikatakan Ademula, keterbukaan amat penting dalam memulai praktik seks BDSM. Itu baru Kamasutra. Di bumi Nusantara, aktivitas seksual telah dibahas sejak zaman dahulu melalui buku berjudul Serat Centini (1816). Di situlah tertulis jelas bahwa perempuan jawa pada masa itu tidak bersikap lugu, pasif dan pasrah dalam hal aktivitas seksual, sebagaimana stereotip pandangan Jawa yang selama ini kita terima. Bahkan, perempuan pada masa itu cukup lugas dan blak-blakan dalam mengungkap pengalaman seksualnya. Diungkap dalam salah satu cerita: Tingkah laku Adipati sangat menjijikkan. Payudara, pipi, disedot, digigit, hingga sana sini penuh bekas-bekas gigi. Penulis Otto Sukatno CR, dalam bukunya berjudul Seks dan Pangeran (2002) menegaskan kembali bagaimana perempuan masa itu amat menghamba pada kualitas seks. Dasar hasrat itu yang kemudian diyakini mendorong banyak eksperimen dan eksplorasi dalam kegiatan seksual. "Di luar itu, sebagaimana lelaki, perempuan juga bersedia mencoba sesuatu yang baru. Terkadang hal baru dalam dunia seksualitas membuatnya tertarik. Banyak perempuan yang bersedia melakukan pengalaman seks baru dengan pasangannya. Jadi, para pria tak perlu ragu untuk meminta pasangannya mencoba hal baru dalam bercinta," tulis Otto Sukatno CR. Hasrat, eksperimen, demi kualitas seks mumpuni. BDSM adalah bagian dari tiga variabel itu. Ia didorong hasrat. Caranya adalah eksperimen. Tujuannya, tentu saja kualitas seks.